Senin, 31 Oktober 2011

Larangan Memotong Kuku dan Rambut Bagi Orang Yang Ingin Berkurban

Oleh Badrul Tamam

Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya kepada kita. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulullah Shallalahu 'alaihi wassalam, keluarga, beserta para sahabatnya. Bagi orang yang ingin berkurban dilarang memotong kuku dan memangkas rambutnya sejak masuk tanggal 1 Dzulhijjah hingga dia menyembelih hewan kurbannya.


Diriwayatkan dari Ummu Salamah radhiyallaahu 'anhu, Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,

إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِه


Apabila kalian melihat hilal Dzilhijjah dan salah seorang kalian ingin berkurban, maka hendaknya dia menahan rambut dan kuku-kukunya (yakni tidak memotongnya,- red).” (HR. Muslim, beliau membuat bab untuk hadits ini dan hadits-hadits semakna dengannya, “Bab larangan bagi orang yang sudah masuk Dzulhijjah sementara ia ingin berkurban untuk memotong rambut dan kukunya sedikitpun”)
Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bahwa jika sudah masuk sepuluh hari pertama Dzulhijjah dan seseorang ingin berkurban, maka janganlah dia mengambil sedikitpun dari rambut, kuku, dan kulit luarnya sampai dia menyembelih hewan kurbannya. Dan jika dia memiliki beberapa hewan kurban, maka larangan ini gugur setelah melakukan penyembelihan yang pertama (Ahadits ‘Asyr Dzilhijjah wa Ayyama Tasyriq, Syaikh Abdullah bin Shalih al-Fauzan, hal. 5)

Larangannya haram atau makruh?
Para ulama berselisih pendapat mengenai hukum rinci atas larangan ini bagi orang yang ingin berkurban ketika sudah memasuki sepuluh hari pertama Dzulhijjah, antara haram dan makruh.
Sa’id bin Musayyib, Rabi’ah, Ahmad, Ishaq, Dawud, dan sebagian pengikut imam Syafi’i berpendapat, diharamkan baginya mengambil sesuatu dari rambut dan kukunya sehingga dia menyembelih hewan kurbannya pada hari penyembelihan.
Imam Malik, Syafi’i, dan sebagian sahabatnya yang lain berpendapat, dimakruhkan –dengan makruh tanzih- bukan diharamkan. Kesimpulan ini didasarkan kepada hadits Aisyah, “Dahulu aku memintal tali-tali untuk dikalungkan pada unta Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, kemudian beliau mengalungkannya dan mengirimkannya. Sementara tidak diharamkan atas beliau apa yang telah dihalalkan Allah hingga beliau menyembelih kurbannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mereka mengatakan, para ulama bersepakat bahwa ia tidak diharamkan memakai pakaian dan wewangian seperti diharamkan atas orang yang sedang ihram. Ini menunjukkan suatu anjuran bukan kewajiban. Karenanya Imam syafi’i berpendapat larangan ini tidak menunjukkan keharaman. Sementara  hadits-hadits larangan dibawa kepada makna makruh tanzih.

Maksud larangan memotong kuku dan rambut
Maksud larangan memotong kuku adalah larangan menghilangkannya dengan jepit kuku, mematahkannya, atau dengan cara lainnya. Sedangkan larangan memangkas rambut adalah menghilangkannya (mengambilnya) dengan mencukur, memendekkan, mancabut, atau cara lainnya. Rambut di sini mencakup bulu ketiak, kumis, kemaluan, dan rambut kepala serta bulu-bulu lain di badannya.
Ibrahim al-Marwazi dan selainnya berkata, “Hukum semua anggota badan seperti hukum rambut dan kuku, dalilnya dalam riwayat Muslim yang lain,
فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا
Janganlah dia memotong sedikitpun dari rambut dan kulit luarnya.” (HR. Muslim, dinukil dari syarah Shahih Muslim milik Imam al-Nawawi)

Kepada siapa larangan ditujukan
Larangan ini khusus ditujukan kepada orang yang akan berkurban, berdasarkan sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, “Dan ingin berkurban…” tidak meluas kepada istri dan anak-anak apabila mereka disertakan dalam niat berkurban tadi.
Sedangkan orang yang menyembelih untuk orang lain karena wasiat atau perwakilan, tidak termasuk yang dilarang untuk memotong kuku, rambut, atau kulitnya. Karena hewan kurban itu bukan miliknya.
Sementara wanita yang ingin berkurban lalu mewakilkan hewan kurbannya kepada orang lain karena ingin memotong rambutnya, maka tidak diperbolehkan. Karena hukum tersebut terkait dengan pribadi yang berkurban, baik dia mewakilkan kepada yang lainnya ataukah tidak. Sedangkan orang yang mewakilinya tidak terkena khitab larangan tersebut.  

Apa hikmahnya?
Hikmah larangan di atas, sebagaimana disebutkan Imam al-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim, agar seluruh bagian tubuh mendapatkan jaminan terbebas dari api neraka. Ada juga yang berpendapat, agar menyerupai orang-orang yang sedang ihram. Akan tetapi pendapat ini perlu dikoreksi, karena ia tidak menjauhi wanita, tidak meninggalkan memakai minyak wangi dan baju serta selainnya yang ditinggalkan orang yang sedang ihram.  

Bagaimana kalau niatan berkurban muncul bukan sejal awal Dzulhijjah?
Bagi orang yang telah memotong kukunya atau memangkas rambutnya pada awal Dzulhijjah karena tidak ada niatan untuk berkurban, maka tidak mengapa. Kemudian keinginan itu muncul di pertengahan sepuluh hari pertama (misalnya pada tanggal 4 Dzulhijjah), maka sejak hari itulah dia harus manahan diri dari memotong rambut atau kukunya.

Bagaimana kalau terpaksa?
Orang yang sangat terdesak untuk memotong sebagian kuku atau rambut karena akan membahayakan, seperti pecahnya kuku atau adanya luka di kepala yang menuntut untuk dipangkas, maka tidak apa-apa. Karena orang yang berkurban tidaklah lebih daripada orang yang berihram yang pada saat sakit atau terluka kepalanya dibolehkan untuk memangkasnya. Hanya saja bagi yang berihram terkena fidyah, sementara orang yang berkurban tidak.

Bolehkah keramas?
Dalam mandi besar atau keramas biasanya ada beberapa lembar rambut yang akan rontok dan terbawa bersama air, bagaimanakah ini?
Laki-laki dan perempuan yang ingin berkurban tidak dilarang untuk keramas pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah, walaupun akan ada satu, dua, atau lebih helai rambutnya yang rontok. Karena larangan Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam tersebut bagi yang sengaja memotong atau memangkas dan juga karena orang berihram tetap dibolehkan untuk membasahi rambutnya.

(Sumber: voa-islam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar