Kamis, 20 Januari 2011

Hafshah binti Umar bin Khaththab

Hafshah merupakan putri dari seorang laki-laki yang termasuk dalam Khulafaur Rasyidin yang bernama Umar bin Khaththab. Seorang lelaki pemberani yang mengetahui hak-hak Allah dan kaum muslimin. Hafshah termasuk isteri Nabi Shallalahu 'alaihi wassalam yang pertama kali menyimpan Al-Qur'an dalam bentuk tulisan yang terdapat pada kulit, tulang, dan pelepah kurma. Nama lengkap Hafshah adalah Hafshah binti Umar bin Khaththab bin Naf'al bin Abdul-Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurt bin Rajah bin Adi bin Luay dari suku Arab Adawiyah. Hafshah dilahirkan pada tahun yang sama ketika terjadi peristiwa Rasullulah memindahkan Hajar Aswad ke tempatnya semula setelah Ka'bah dibangun kembali setelah roboh karena banjir. Pada tahun itu juga kelahiran Fathimah Az-Zahra putri bungsu Rasullulah.

 
Hafshah pertama kali merangkai ikatan pernikahannya dengan Khumais bin Hudzafah As Sahmi, seorang sahabat mulia yang turut terjun dalam pertempuran Badr. Ada yang mengatakan bahwa suami Hafshah tersebut terluka dalam pertempuran di Badr yang cukup parah sehingga meninggal, namun ada juga yang mengatakan Khumais terluka dalam peperangan Uhud hingga akhirnya meninggal dunia di Madinah. Wallahu A’lam.
Kesedihan tak tersembunyi dari wajahnya. Betapa pilu hati ‘Umar bin Al Khaththab radliallahu anhu melihat semua itu. Betapa ingin dia mengusir kesedihan hati putrinya. Terlintas di benaknya sosok seorang yang mulia, Abu Bakr Ash Shiddiq z. Usai masa ‘iddah Hafshah, bergegas ‘Umar berangkat menemui Abu Bakr. Dikisahkannya peristiwa yang menimpa putrinya, kemudian ditawarkannya Abu Bakr untuk menikah dengan putri tercintanya. Akan tetapi, ‘Umar tidak mendapati jawaban sepatah kata pun dari Abu Bakr.
Remuk redamlah hati ‘Umar. Dia bangkit meninggalkan Abu Bakr dengan menyisakan kemarahan. Kemudian ‘Umar menemui ‘Utsman bin ‘Affan yang baru saja kehilangan kekasihnya, Ummu Kultsum, putri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Diceritakannya pula tentang putrinya dan ditawarkannya ‘Utsman untuk menikahi putrinya. ‘Utsman pun terdiam, kemudian memberikan jawaban yang membuat hati ‘Umar semakin hancur, “Kurasa, aku tidak ingin menikah dahulu hari-hari ini.” ‘Umar kembali dengan membawa bertumpuk kekecewaan.
Dengan penuh gundah, ‘Umar menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Diungkapkannya segala yang dialaminya. Merekahlah senyuman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, lalu beliau berkata, “Hafshah akan menikah dengan seseorang yang lebih baik daripada ‘Utsman, dan ‘Utsman akan menikah dengan seseorang yang lebih baik daripada Hafshah.”
Siapa yang menyangka, ternyata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam meminang Hafshah, putri sahabatnya, ‘Umar bin Al Khaththab radliallahu anhu. Tak terkira kegembiraan yang memenuhi hati ‘Umar. Seusai menikahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan putrinya, ‘Umar segera mendatangi Abu Bakr untuk mengabarkan peristiwa besar yang dia alami sebagai suatu kemuliaan dari Allah  diiringi dengan permintaaan maaf. Abu Bakr tersenyum mendengar penuturan ‘Umar, “Barangkali waktu itu engkau sangat marah padaku. Sesungguhnya aku tidak memberikan jawaban karena aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebut-nyebut Hafshah. Akan tetapi, aku tidak ingin menyebarkan rahasia beliau. Seandainya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak menikahinya, pasti aku akan menikah dengannya.”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menikah dengan Hafshah pada tahun ketiga hijriyah, dalam usia Hafshah yang kedua puluh tahun. Semenjak saat itu, Hafshah hadir dalam rumah tangga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, setelah ‘Aisyah radliallahu anha Pada tahun itu pula beliau menikahkan ‘Utsman bin ‘Affan radliallahu anhu dengan putri beliau, Ruqayyah radliallahu anha.
Hafshah senantiasa bertanya kepada Rasulullah dalam berbagai rnasalah, dan hal itu menyebabkan marahnya Umar kepada Hafshah, sedangkan Rasulullah . senantiasa memperlakukan Hafshah dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang. Beliau bersabda, “Berwasiatlah engkau kepada kaum wanita dengan baik.” Rasulullah . pernah marah besar kepada istri-istrinya ketika mereka meminta tambahan nafkah sehingga secepatnya Umar mendatangi rumah Rasulullah. Umar melihat istri-istri Rasulullah murung dan sedih, sepertinya telah terjadi perselisihan antara mereka dengan Rasulullah. Secara khusus Umar memanggil putrinya, Hafshah, dan mengingatkannya untuk menjauhi perilaku yang dapat membangkitkan amarah beliau dan menyadari bahwa beliau tidak memiliki banyak harta untuk diberikan kepada mereka. Karena marahnya, Rasulullah bersumpah untuk tidak berkumpul dengan istri-istri beliau selama sebulan hingga mereka menyadari kesalahannya, atau menceraikan mereka jika mereka tidak menyadari kesalahan. Kaitannya dengan hal ini, Allah berfirman,
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, jika kalian menghendaki kehidupan dunia dan segala perhiasannya, maka kemarilah, aku akan memenuhi keinginanmu itu dan aku akan menceraikanmu secara baik-baik. Dan jika kalian menginginkan (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di kampung akhirat, sesungguhnya Allah akan menyediakan bagi hamba-hamba yang baik di antara kalian pahala yang besar. “ (QS. Al-Ahzab)
Rasulullah . menjauhi istri-istrinya selama sebulan di dalam sebuah kamar yang disebut khazanah, dan seorang budak bernama Rabah duduk di depan pintu kamar.
Setelah kejadian itu tersebarlah kabar yang meresahkan bahwa Rasulullah . telah menceraikan istri-jstri beliau. Yang paling merasakan keresahan adalah Urnar bin Khaththab, sehingga dia segera rnenemui putrinya yang sedang menangis. Urnar berkata, “Sepertinya Rasulullah telah menceraikanmu.” Dengan terisak Hafshah menjawab, “Aku tidak tahu.” Umar berkata, “Beliau telah menceraikanmu sekali dan merujukmu lagi karena aku. Jika beliau menceraikanmu sekali lagi, aku tidak akan berbicara dengan mu selama-lamanya.” Hafshah menangis dan menyesali kelalaiannya terhadap suami dan ayahnya. Setelah beberapa hari Rasulullah . menyendiri, belum ada seorang pun yang dapat memastikan apakah beliau menceraikan istri-istri beliau atau tidak. Karena tidak sabar, Umar mendatangi khazanah untuk menemui Rasulullah yang sedang rnenyendiri. Sekarang ini Umar menemui Rasulullah bukan karena anaknya, melainkan karena cintanya kepada beliau dan merasa sangat sedih melihat keadaan beliau, di samping memang ingin memastikan isu yang tersebar. Dia merasa putrinyalah yang menjadi penyebab kesedihan beliau. Umar pun meminta penjelasan dari beliau walaupun di sisi lain dia sangat yakin bahwa beliau tidak akan menceraikan istri – istri beliau. Dan memang benar, Rasulullah . tidak akan menceraikan istri-istri beliau sehingga Umar meminta izin untuk mengumumkan kabar gembira itu kepada kaum muslimin. Umar pergi ke masjid dan mengabarkan bahwa Rasulullah . tidak menceraikan istri-istri beliau. Kaum muslimin menyambut gembira kabar tersebut, dan tentu yang lebih gembira lagi adalah istri-istri beliau.
Setelah genap sebulan Rasulullah menjauhi istri-istrinya, beliau kembali kepada mereka. Beliau melihat penyesalan tergambar dari wajah mereka. Mereka kembali kepada Allah dan Rasul-Nya. Untuk lebih meyakinkan lagi, beliau rnengurnumkan penyesalan mereka kepada kaurn muslimin. Hafshah dapat dikatakan sebagai istri Rasul yang paling menyesal sehingga dia mendekatkan diri kepada Allah dengan sepenuh hati dan menjadikannya sebagai tebusan bagi Rasulullah. Hafshah memperbanyak ibadah, terutama puasa dan shalat malam. Kebiasaan itu berlanjut hingga setelah Rasulullah wafat. Bahkan pada masa kekhalifahan Abu Bakar dan Urnar, dia mengikuti perkembangan penaklukan-penaklukan besar, baik di bagian timur maupun barat.
Hafshah merasa sangat kehilangan ketika ayahnya meninggal di tangan Abu Lu’luah. Dia hidup hingga masa kekhalifahan Utsman, yang ketika itu terjadi fitnah besar antar muslirnin yang menuntut balas atas kematian Khalifah Utsman hingga masa pembai’atan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Ketika itu, Hafshah berada pada kubu Aisyah sebagaimana yang diungkapkannya, “Pendapatku adalah sebagaimana pendapat Aisyah.” Akan tetapi, dia tidak termasuk ke dalam golongan orang yang menyatakan diri berba’iat kepada Ali bin Abi Thalib karena saudaranya, Abdullah bin Umar, memintanya agar berdiam di rumah dan tidak keluar untuk menyatakan ba’iat.
Tentang wafatnya Hafshah, sebagian riwayat mengatakan bahwa Sayyidah Hafshah wafat pada tahun ke empat puluh tujuh pada masa pemerintahan Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Dia dikuburkan di Baqi’, bersebelahan dengan kuburan istri-istri Nabi yang lain.
Sumber bacaan :
1. Al-Ishabah karya Al Hafidz Ibnu Hajar Al ‘Asqalani, 7/581-582
2. Fathul Bari Syarh Shahih Al Bukhari karya Al Hafidz Ibnu Hajar Al ‘Asqalani, 8/807-808
3. Nashihati lin Nisaa’ karya Ummu ‘Abdillah Al Wadi’iyyah, hal. 130
4. Siyar A’lamin Nubalaa’ karya Al Imam Adz Dzahabi, 2/227-231
5. Tahdzibul Kamal karya Al Imam Al Mizzi, 35/153-154


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar