Jumat, 04 Maret 2011

Wanita Penyisir Putri Fir'aun

Salah satu kisah yang menunjukkan betapa kuatnya keimanan seseorang adalah tentang keimanan wanita penyisir putri Fir'aun. Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Abdullah bin Abbas berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Pada malam aku ber-Isra', aku mencium aroma yang harum. Aku bertanya, 'Wahai Jibril, aroma harum apa ini?' Jibril menjawab, 'Ini adalah aroma wanita penyisir putri Fir'aun dan anak-anak wanita itu.' Aku bertanya, 'Bagaimana kisahnya?' Jibril menjawab, 'Suatu hari, ketika dia sedang menyisir putri Fir'aun, tiba-tiba sisir jatuh dari tanganya. Dia berkata, 'Bismillah.' Putri Fir'aun berkata kepadanya, 'Bapakku.' Dia menjawab, 'Bukan, akan tetapi Tuhanku dan Tuhan bapakmu adalah Allah.' 


Putri Fir'aun berkata, 'Aku akan laporkan hal itu kepada bapakku.' Dia menjawab, 'Lakukanlah.' Maka putri Fir'aun melaporkan hal itu kepada bapaknya. Fir'aun memanggilnya dan bertanya, 'Wahai fulanah, apakah kamu mempunyai Tuhan selain aku?' Dia menjawab, 'Ya, tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.' Lalu Fir'aun memerintahkan agar dihadirkan seekor sapi dari tembaga. Setelah dipanaskan, dia memerintahkan agar wanita ini berikut anak-anaknya dilempar ke dalamnya. Wanita itu berkata, 'Aku ada perlu denganmu.' Fir'aun bertanya, 'Apa keperluanmu?' Wanita itu menjawab, 'Aku ingin Anda mengumpulkan tulang-tulangku dan tulang anak-anakku dalam sebungkus kain lalu mengubur kami.' Fir'aun menjawab, 'Itu menjadi hakmu atas kami.'
Jibril berkata, 'Lalu anak-anaknya dihadirkan. Satu persatu dilempar ke dalamnya di depan matanya, sampai akhirnya tiba giliran bayinya yang masih menyusu. Wanita ini maju mundur, maka bayinya berkata kepadanya, 'Wahai ibuku, masuklah karena adzab dunia lebih ringan daripada adzab akhirat.' Maka dia pun masuk'."
Ibnu Abbas berkata, "Ada empat bayi yang berbicara: Isa bin Maryam, bayi Juraih, saksi Yusuf, dan putra wanita penyisir putri Fir'aun."
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyampaikan kepada kita bahwa hati wanita ini teriris dan dia merasakan kepedihan yang mendalam manakala anaknya yang masih bayi hendak dilemparkannya ke dalam api. Dan biasanya seorang wanita akan lebih sedih dan trenyuh hatinya manakala putranya yang masih bayi terkena sesuatu yang menyakitkannya. Wanita ini sepertinya maju mundur dan berfikir untuk menyurutkan langjkahnya, akan tetapi anaknya meneguhkannya. Allah membuatnya mampu berbicara sebagai pemompa semangatnya supaya imannya bertambah dan membuktikan kebenaran imannya. Bayinya berkata (dan tidak biasanya bayi berbicara) kepadanya, "Wahai Ibu, masuklah karena adzab dunia lebih ringan daripada adzab akhirat."
Bayi itu tidak meminta kepada ibunya agar tidak bersedih atasnya atau memikirkannya, dia berbicara kepada ibunya dalam urusan ibu. Anak itu meminta kepada ibunya supaya bersabar atas apa yang akan menimpanya, karena adzab dunia lebih ringan daripada adzab Akhirat. Inilah takziyah (hiburan) besar yang diperuntukkan kepada orang-orang yang menghadapi kematian atau pembunuhan di jalan Allah. Oleh sebab itu, begitu dia mendengar ucapan bayinya, ibu ini tidak menunggu mereka melemparkannya. Dia pun masuk ke dalam tungku dengan panas yang menyala-nyala. Secara pasti bau tubuhnya dan tubuh anak-anaknya yang terbakar memenuhi ruangan, seperti daging yang diletakkan di bejana panas dan menjadi matang. Oleh karena itu, Allah memuliakannya dengan membalik aromanya menjadi aroma harum mewangi yang tercium di seantero langit. Sungguh beruntung wanita ini dan merugilah Fir'aun. Wanita ini mati seperti juga Fir'aun mati. Keduanya pergi kepada Tuhannya. Fir'aun dan bala tentaranya di alam Barzakh di mana api neraka ditampakkan kepadanya pagi dan sore, dan pada hari kiamat dia memimpin kaumnya lalu menjerumuskan mereka ke dalam neraka. Sementara ibu ini dan putra-putranya bernikmat ria dengan derajat yang tinggi, dan pada hari kiamat nanti Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai.

Sumber: diadaptasi dari DR. Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar, Shahih Qashashin Nabawi, atau Ensklopedia Kisah Shahih Sepanjang Masa, terj. Izzudin Karimi, Lc. (Pustaka Yassir, 2008), hlm. 326-334

Tidak ada komentar:

Posting Komentar